Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2014

harapan

Rajah berantai nista kelam pada duka di ujung mata meraga jiwa segala dosa masalalu yang bisu Ada tangis yang tak berujung ada tawa yang tak berhati merajuklah ada harapan di setiap duka Besok atau lusa kini atau nanti duka tetaplah duka ria hanya akan menari seadanya Santai sajalah esok akan tetap bermentari

celoteh

Malam menjelang pagi, kantukku tak jua tiba, bahkan berganti gelisah yang tak kunjung reda, melumat setiap angan yang entah tentang apa Meramu aksara dalam racau do'a, mengeja tiap asa dalam mimpi yang direka, sementara angin pagi masih menuai duka, tentang asa esok lusa Kenapa? Siapa? Bagaimana?, kenapa harus selalu luka yang tersisa, siapa yang harus menanggung tanya, bagaimana bisa selalu duka yang terasa Aku tahu kenapa, kau juga tahu kenapa, ada entah yang tak bisa terbantah, ada salah yang tak bisa bersalah, meski benar bukan hanya mimpi Kadang do'a bukan hanya permintaan, tapi juga sebuah pertanyaan, yang merangkum setiap gelisah, yang menjadi tumpuan setiap kebuntuan Angin pagi menari dalam kabut kehampaan, menghitung jemari yang tengadah menjemput harapan, larut dalam isak keinginan yang tiada batas, manusia dalam muara tiap racau do'a

Rindu

Pagi; kebuntuan meradang dari rindu yang meranum rindang, rindu pada senja di mana angkuh meragu tandang, mungkin jenuh menjemput temu Anganku berlari melintasi jalan berbatu, melayang di antara debu, dan aku terjatuh, terperangkap di pilunya rindu. Dahulu tanpa cela, kini ragu bertahta dalam raga, entah cemburu yang memaksa, atau cinta yang telah sirna.  Jelaga pagi masih tetap sama, ada semburat dalam pekatnya, seperti asa yang terbias ragu, jemu namun rindu, meradang pada sebuah temu. Pendar mentari masih ada, harapanku masih tetap sama, bahkan sepagi ini; memelukmu dalam buai rindu, tanpa jeda.