Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Banjarnegara

Tuhan apa yang tak termaafkan dari kami hingga kau tak segan memberikan kami bencana misteri yang kau suguhkan tak mampu kami cerna tentang longsor di banjarnegara Kami bahkan tak mampu menganalisa ini cobaan atau petaka atau kau hanya ingin menunjukan kuasaMu kuasa dari maha segala maha. Tuhan, aku yakin kau tak salah menentukan tapi kenapa harus banjarnegara? kenapa bukan metropolitan dimana kota dengan segala dosa Kami adalah sirenta yang mengais rejeki sisa sisa memanggul batu dan menjilati debu kami bermain dengan semu bersenda dengan rasa malu Tuhan tak adakah satu dari kami yang menengadah kepadaMu menadahkan tangan kepadaMu dan memohon kabaikan kepadaMu memohon dan memohon Kami tak iri atas ketentuanMu bahkan kami tak bosan dengan irama takdirMu meski beribu dari kami berkabung meski jerit tangis melambung Mata mana yang tak berairmata suara mana yang tanpa isak tentang banjarnegara tentang duka tak terelak   Jum'at tangga

Miskin dan sederhana

Ada yang tahu perbedaan miskin dan sederhana? Miskin sudah pasti sederhana, tapi sederhana belum tentu miskin. Miskin adalah kondisi hidup, sedangkan sederhana adalah cara menjalani hidup. Miskin dan sederhana sudah jadi pergunjingan pejabat negri kita sejak lama, bahkan saking seringnya mereka berdiskusi tentang masalah rakyatnya, mereka tak bisa membedakan mana miskin dan mana sederhana, dan akhirnya banyak keputusan pejabat yang banyak merugikan orang miskin, bantuan dana yang seharusnya untuk orang miskin, mereka berikan pada orang yang menjalani hidup sederhana, yang dalam hal ini belum tentu mereka miskin. Rumah susun yang seharusnya untuk rakyat miskin, laris manis di borong orang kaya yang hidup sederhana, hal ini bisa dilihat dari parkiran rumah susun yang penuh sesak oleh mobil-mobil penghuni rumah susun tersebut. Rakyat miskin hanya kebagian kenaikan harga yang melambung tinggi, harga cabai yang jadi makanan pavorit mereka kini tak mampu mereka beli (r

Lokon

Gambar
Selimut pagi di antara debudebu lokon, dingin yang membisu memeluk detakdetak manado, asap menyeruak mengangkasa, tertiup angin membadai hinggapi jendela hatiku. Hati yang membiru di sela pilu dan rindu, rindu akan semilir dawai pengemis malalayang, yang berlari dari ketakutan yang meraga, pilu akan beberapa kenang, yang hilang karena debu yang mematikan. Sementara, letupan kecil masih terlihat dari celah jendela kamarku, letupan yang seakan marah, mengancam setiap lagulagu kedamaian, beberapa orang masih saja berlari, beberapa meninakan harapannya sendirisendiri. -14/9/2014 kaki gunung lokon, manado, sulawesi utara.

kamboja

Mataku nanar menatap jelaga malam, ditemani pawana yang menampar dingin sanubariku, dingin pada rindu yang kian kelu. Aku terbaring di antara kamboja mati, memeluk harapan beku yang juga hampir mati, bisu .. seluka hati semerah darah. Aku masih ingat, syairmu serupa kematian dalam tiap aksara, memerahkan setiap luka, menenggelamkan setiap asa. Kau gadis yang bagai iblis, hadir dalam setiap mimpi tapi kau entah di mana, hanya mengirimkan beberapa warna luka. Kutemui kau di ujung persimpangan malam, kudamba hangatmu untuk temani gigilku, di tepian takdir yang berdarah resah. Dalam gelapku dan dalam heningku masih tentang dirimu, entahlah... rindumu telah mati bersama gugurnya kamboja itu.

harapan

Rajah berantai nista kelam pada duka di ujung mata meraga jiwa segala dosa masalalu yang bisu Ada tangis yang tak berujung ada tawa yang tak berhati merajuklah ada harapan di setiap duka Besok atau lusa kini atau nanti duka tetaplah duka ria hanya akan menari seadanya Santai sajalah esok akan tetap bermentari

celoteh

Malam menjelang pagi, kantukku tak jua tiba, bahkan berganti gelisah yang tak kunjung reda, melumat setiap angan yang entah tentang apa Meramu aksara dalam racau do'a, mengeja tiap asa dalam mimpi yang direka, sementara angin pagi masih menuai duka, tentang asa esok lusa Kenapa? Siapa? Bagaimana?, kenapa harus selalu luka yang tersisa, siapa yang harus menanggung tanya, bagaimana bisa selalu duka yang terasa Aku tahu kenapa, kau juga tahu kenapa, ada entah yang tak bisa terbantah, ada salah yang tak bisa bersalah, meski benar bukan hanya mimpi Kadang do'a bukan hanya permintaan, tapi juga sebuah pertanyaan, yang merangkum setiap gelisah, yang menjadi tumpuan setiap kebuntuan Angin pagi menari dalam kabut kehampaan, menghitung jemari yang tengadah menjemput harapan, larut dalam isak keinginan yang tiada batas, manusia dalam muara tiap racau do'a

Rindu

Pagi; kebuntuan meradang dari rindu yang meranum rindang, rindu pada senja di mana angkuh meragu tandang, mungkin jenuh menjemput temu Anganku berlari melintasi jalan berbatu, melayang di antara debu, dan aku terjatuh, terperangkap di pilunya rindu. Dahulu tanpa cela, kini ragu bertahta dalam raga, entah cemburu yang memaksa, atau cinta yang telah sirna.  Jelaga pagi masih tetap sama, ada semburat dalam pekatnya, seperti asa yang terbias ragu, jemu namun rindu, meradang pada sebuah temu. Pendar mentari masih ada, harapanku masih tetap sama, bahkan sepagi ini; memelukmu dalam buai rindu, tanpa jeda.

Hampa

Mentari perlahan mengusap relung hati masuk melalui kekosongan bilikbilik kalbuku Angin pagi bagai nyanyian susupi poripori ingatan menjelma sembilu mengiris setiap harapan Aku tak jua beranjak dari kursi masalalu asap cigarilus membumbung jauh pergi mengangkasa,  sama seperti jauhnya sebuah asa Beranda di tamanku semakin berdebu  kusam karena rindurindu tak bertepi kotor karena pilupilu tak bertuan entah siapa yang salah Sudahlah, aku harus pergi  aku ingin merasakan bahagia dari sebuah kepulangan meski aku tak tahu bahagia seperti apa yang akan kuhidangkan

luka dalam cinta

Gambar
Pada pawana yang mempuisikan sunyi seorang lelaki menertawai lukisannya sendiri lukisan wanita yang menari karena luka memendam birahi pada rindu yang entah dimana Perihal duka,  adalah luka yang mencari tambatan rasa menghiba jiwa rela bersenda pada asa yang memeluk sukma Cinta,  itu yang di lukiskannya lelaki yang menimang dusta wanita yang rela meninakan luka bahkan sebalikn ya Entahlah,  wanita terlihat sama senang memanjakan diri pada kenangan lukaluka bersandar pada mimpi pangeran penyembuh luka

aku, kau dan kita

Gambar
Aku; adalah pejalan yang masih menyusuri mimpi, yang terjebak dalam sebuah angan, mencoba menyibak jelagajelaga hati, sendiri dan sendiri Aku tak mau menari di mimpi yang salah, bahkan aku tak mau menumpang hidup pada mimpimu, lebih baik aku berkeringat walau harus mengenangmu Kau; adalah cinta dalam hidupku, bahkan senandung ini semua tentangmu, dalam gerak bahkan dalam diamku, kau seperti pelangi yang menari hiasi hari Kau; adalah hening yang tak berkesudahan, saat dimana senyummu larut dan mati pada kecamuk cemburu yang mengalahkan segala rindu Kita; adalah nuansa yang tercipta dari sisa emosi, romansa yang hampir mati karena keraguan yang membatu, mengalir tanpa muara, diam tanpa beriak Kita; sebaiknya seperti ombak dan tepian, selalu merindukan pertemuan dan tidak pernah saling meninggalkan.

sepi

Berandaku sepi tapi bukan mati ada hujan yang setia menemani hanya saja taman itu sekarang kelabu mungkin menahan diri dari isak rindu.  Pucukpucuk puspa seakan layu merelakan diri untuk gugur dari rantingnya ranting yang angkuh meski rapuh. Peluhpeluh melinang samar menjadi gelinjang ragu bisu pada ingin yang enggan menggugu ketahuilah... jika aku merindu.